Me

Me

Minggu, 22 November 2015

Civil society

Defininisi Civil Society

Dalam masyarakat liberal, civil society adalah embrio bagi liberalisme. Dalam konsepsi Tocqueville, dimana masyarakat hidup dalam tatanan komunal, tidak tergantung dari campur tangan negara. Dapat mengorganisasi kebutuhan sendiri dan hanya terikat dengan aturan-aturan lokal. Sedangkan negara hanya mampu melakukan intervensi pada hal-hal tertentu. Namun negara masih dibutuhkan untuk membuat peraturan legal. Namun kekuasaannya harus diminimalisir. Kontrol terhadap kekuasaan negara ini dapat dilakukan dengan distribusi kekuasaan dan dilakukannya pemilihan umum secara teratur, jadi kekuasaan monopoli dapat dicegah.

Tocqueville mendefinisikan civil society sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisir dan bercirikan antara lain kesukarelaan, keswasembadaan dan keswadayaan, kemandirian tinggi berhadapan dengan negara dan keterikatan dengan norma-norma atau
nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Tatanan civil society dapat ditemukan pada asosiasi, yaitu sekelompok individu dalam masyarakat yang meyakini satu doktrin atau kepentingan tertentu dan memutuskan untuk merealisasikan doktrin atau kepentingan bersama tersebut. Asosiasi civil society juga melakukan kontrol terhadap negara agar kekuasaannya tidak melampaui ketentuan dalam masyarakat liberal. Asosiasi-asosiasi sosial ini disebutnya sebagai “independent eye” dari masyarakat.

Keberadaan asosiasi masyarakat adalah wilayah milik masyarakat yang steril dari campur tangan negara. Misalnya NGO adalah tipe asosiasi yang memiliki kebebasan. Institusi tersebut membawa individu-individu keluar dari batas-batas kehidupan peribadi menuju proyek sosial yang korelatif dengan ide partisipasi dalam sistem demokrasi. Ide utama Tocqueville adalah bahwa etika liberal yang berhimpitan dengan semangat revolusioner harus segera diakhiri dengan memantapkan dan mengkonstitusionalisasikan kebebasan lewat pembentukan lembaga-lembaga politik. Ia menyebut asosiasi ini sebagai lembaga perantara. Baginya lembaga-lembaga ini yang akan memainkan peran-peran sebagai sebuah jawaban hancurnya rezim-rezim komunis dan otoritarinisme kapitalisme yang keduanya dianggap tidak mampu memberikan tatanan yang membebaskan dan mengalami krisis.

Asosiasi ini akan melebur kepentingan-kepentingan subjektif dalam kepentingan bersama, dan melindungi individu dari negara dan pasar. Maka kemudian civil society dikembangkan agar menjadi kekuatan penyeimbang setelah negara dan pasar.

Tatanan civil society adalah bagian dari demokrasi yang ingin melahirkan kembali hak-hak warga negara sebagai pemilik awal kekuasan dan kedaulatan, mejamin terbukanya partisipasi secara terbuka. Ia juga secara tegas menolak model anarkisme, yaitu tatanan masyarakat tanpa adanya institusi negara. Tocqueiville hanya menjelaskan bagaimana civil society dapat memenuhi kebutuhannya tanpa intervensi negara. Maka satu-satunya yang membedakan political society dan civil society hanyalah pada pratek mencari, mempertahankan dan merebut kekuasaan. Civil society hanyalah menjadi entitas pressure group.
                                                         
Syarat terbentuknya Masyarakat Sipil

Masyarakat sipil melingkupi kehidupan sosial terorganisasi yang terbuka, sukarela, lahir secara mandiri, setidaknya berswadaya secara parsial, otonom dari negara, dan terikat pada tatanan legal atau seperangkat nilai-nilai bersama. Masyarakat sipil adalah fenomena penengah antara ruang privat dan negara. Dalam prinsip good governance, ada tiga unsur dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu Negara, Masyarakat Sipil (Civil Society), dan Market. Nah, ketiga inilah yang menjadi motor penggerak dalam mengatur mekanisme kebijakan yang akan diambil oleh negara. Dimana keseimbangan diantara ketiganya dibutuhkan untuk kemudian menselaraskan fungsi kenegaraan dengan sebaik-baiknya.

Masyarakat sipil berbeda dengan masyarakat parokial, ekonomi, mauapun politik. Masyarakat sipil secara esensial berorientasi pasar, sehingga para aktor di dalamnya mengakui prinsip-prinsip otoritas negara dan rule of law. Agar bisa tumbuh-berkembang dan mendapat jaminan rasa aman, ia membutuhkan perlindungan dari tatanan hukum yang terlembagakan. Sehingga, masyarakat sipil bukan hanya membatasi kekuasaan negara tapi juga melegitimasi otoritas negara bila otoritas itu didasarkan pada rule of law. Akan tetapi, bila negara itu sendiri ingkar pada hukum dan memandang rendah otonomi individu dan kelompok, masyarakat sipil masih bisa berdiri (walaupun sementara atau dalam bentuk semrawut) jika elemen-elemen konstituennya beroperasi dengna seperangkat aturan-aturan bersama (yang misalnya, menjauhkan kekerasan dan menghormati pluralitas). Hal ini merupakan syarat masyarakat sipil.

Tipologi Masyarakat Sipil

 Masyarakat sipil mencakup beragam organisasi, formal dan informal, meliputi :
  1. Ekonomi: Asosiasi-asosiasi (perkumpulan) dan jaringan komersial yang produktif.
  2. Kultural: Lembaga dan perkumpulan-perkumpulan yang bersifat religious, etnis, komunal, dan lain-lain yang membela hak-hak kolektif, nilai-nilai, kepercayaan, keyakinan, dan symbol-simbol.
  3. Informasi dan pendidikan: Organisasi-organisasi yang mencurahkan dirinya pada sisi produksi dan penyebaran (apakah untuk profit atau tidak) pengetahuan umum, ide-ide, berita, dan informasi publik.
  4. Kepentingan: Kelompok-kelompok yang berusaha memajukan atau mempertahankan kepentingan material maupun fungsional dari para anggotanya (misalnya; serikat buruh, asosiasi veteran dan pensiunan, dan kelompok-kelompok profesi).
  5. Pembangunan: Organisasi-organisasi yang menghimpun sumber daya dan bakat individu untuk memperbaiki infrastruktur, lembaga, dan kualitas hidup komunitasnya.
  6. Berosrientasi isu: Gerakan-gerakan untuk perlindungan lingkungan, reformasi lahan, perlindungan konsumen, dan hak-hak perempuan, minoritas etnis, penduduk pribumi, kaum cacat, dan korban-korban diskriminasi dan penganiayaan lain.
  7. Kewarganegaraan: Kelompok-kelompok yang berusaha (secara non partisan) memperbaiki sistem politik dan menjadikannya lebih demokratis (misalnya, bekerja untuk hak asasi manusia, pendidikan dan mobilisasi pemilih, monitoring pemilu, dan pengungkapan praktek-praktek korupsi dan penyalahgunaan lainnya.


Daftar Bacaan :

  • Kompilasi Bahan Kuliah Pengantar Ilmu Politik Semester 1 tahun 2010/2011 oleh: Muhtar Haboddin, S. IP, MA dan Bandiyah, S.Fil, MA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar